1.
Konfigurasi Router Dasar
Anda
ingin belajar bagaimana cara mengkonfigurasi router cisco? jangan khawatir ,
kali ini saya akan memberikan sedikit pengalaman tentang bagaimana
mengkonfigurasi router cisco. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan
membahas tentang konfigurasi dasar, yaitu konfigurasi yang umumnya dilakukan
oleh seorang administrator. Ok, simak saja, bahasan berikut ini.
Untuk
mengkonfigurasi router dilakukan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah,
membangun sesi console. Sesi console dibentuk dengan menghubungkan port console
yang ada pada router dengan port COM 1 yang ada pada PC.
Seteleh
sesi console terbentuk, selanjutnya mengaktifkan terminal emolusi, yang lazim
digunakan pada Sistem Operasi windows adalah hyperterminal Aktifkan
hyperterminal, pastikan port yang dipilih adalah COM1, lalu konfigurasi :
a)
Bits
per second : 9600 bps
b)
Data
bits: 8
c)
Parity
: none
d)
Stop
bits:1
e)
Flow
control : none
Kemudian
hidupkan router (power on), router akan melakukan proses boot up, setelah
proses boot up selesai router akan menampilkan pesan “Would you like enter initial configuration
dialog?” sebaiknya jawab “no”. lalu router menampilkan pesan “Press return to get
start”. Untuk memulai kita tekan tombol “Enter”. Pada router yang belum
dikonfigurasi maka router akan menampilkan prompt “router>” yang menandakan kita
berada pada modus operasi user EXEC.
untuk
memulai konfigurasi ketikan “enable” seperti contoh berikut :
Router> enable
Router#
Saat
ini kita telah berada pada modus operasi privilege EXEC, konfigurasi biasanya
dilakukan pada modus global configuration, artinya konfigurasi yang dilakukan
pada modus ini akan mempengaruhi seluruh sistem. Kalau sebelumnya kita berada
pada modus privillege EXEC maka untuk beralih ke modus global configuration
perintahnya adalah:
Router#config terminal atau
Router#conf t
Beberapa
konfigurasi dasar yang perlu dilakukan adalah :
A.
Hostname
Fungsinya
adalah untuk memberi nama pada router
syntax
:
router(config)#hostname nama router yang diinginkan
misal
nama router yang diinginkan adalah cisco, maka bentuk perintahnya
router(config)#hostname cisco
cisco(config)#
B.
Enable
password
Fungsinya
untuk mengaktifkan password pada perintah enable
syntax
:
cisco(config)#enable password kata-password yang diiinginkan
misal
kata-password yang diinginkan adalah cisco, maka bentuk perintahnya
cisco(config)#enable password cisco
C.
Enable
secret
Fungsinya
untuk mengaktifkan kata secret pada perintah enable, fungsinya sama dengan
perintah enable password, namun enable secret memiliki prioritas yang lebih
tinggi dan kata secret dalam bentuk terenkripsi.
syntax
:
cisco(config)#enable secret kata-secret yang diinginkan
misal
kata secret yang diinginkan adalah class, maka bentuk perintahnya adalah
cisco(config)#enabel secret class
D.
Line
console
Mengaktifkan
password pada line console, agar hanya orang yang mengetahui/ memiliki password
saya yang bisa mengakses router melalui line console. Router hanya memiliki 1
buah line console.
cisco(config)#line console 0
cisco(config-line)#password kata-password yang diinginkan
cisco(config-line)#exec-timeout 5
cisco(config-line)#login
E.
Line
auxiliary
Mengaktifkan
password pada line aux, agar hanya orang yang mengetahui/ memiliki password
saya yang bisa mengakses router melalui line aux. Router hanya memiliki 1 buah
line aux.
cisco(config)#line aux 0
cisco(config-line)#password kata-password yang diinginkan
cisco(config-line)#exec-timeout 5
cisco(config-line)#login
F.
Line
Virtual Terminal
Mengaktifkan
password pada line virtual terminal, agar hanya orang yang mengetahui/ memiliki
password saya yang bisa mengakses router melalui line virtual terminal. Router
hanya memiliki 5 buah line virtual terminal (vty).
cisco(config)#line vty 0 4
cisco(config-line)#password kata-password yang diinginkan
cisco(config-line)#exec-timeout 5
cisco(config-line)#login
2.
Konfigurasi Router OSPF
A.
Pengertian
OSPF
Open
Shortest Path First (OSPF) adalah sebuah protokol routing otomatis (Dynamic
Routing) yang mampu menjaga, mengatur dan mendistribusikan informasi routing
antar network mengikuti setiap perubahan jaringan secara dinamis. Pada OSPF
dikenal sebuah istilah Autonomus System (AS) yaitu sebuah gabungan dari
beberapa jaringan yang sifatnya routing dan memiliki kesamaan metode serta
policy pengaturan network, yang semuanya dapat dikendalikan oleh network
administrator. Dan memang kebanyakan fitur ini diguakan untuk management dalam
skala jaringan yang sangat besar. Oleh karena itu untuk mempermudah penambahan
informasi routing dan meminimalisir kesalahan distribusi informasi routing,
maka OSPF bisa menjadi sebuah solusi. OSPF termasuk di dalam kategori IGP
(Interior Gateway Protocol) yang memiliki
kemapuan Link-State dan Alogaritma Djikstra yang jauh lebih efisien
dibandingkan protokol IGP yang lain. Dalam operasinya OSPF menggunakan protokol
sendiri yaitu protokol 89.
B.
Cara
Kerja OSPF
Berikut
adalah sedikit gambaran mengenai prinsip kerja dari OSPF:
·
Setiap
router membuat Link State Packet (LSP)
·
Kemudian
LSP didistribusikan ke semua neighbour menggunakan Link State Advertisement
(LSA) type 1 dan menentukan DR dan BDR dalam 1 Area.
·
Masing-masing
router menghitung jalur terpendek (Shortest Path) ke semua neighbour
berdasarkan cost routing.
·
Jika
ada perbedaan atau perubahan tabel routing, router akan mengirimkan LSP ke DR dan BDR melalui alamat multicast
224.0.0.6
·
LSP
akan didistribusikan oleh DR ke router neighbour lain dalam 1 area sehingga
semua router neighbour akan melakukan perhitungan ulang jalur terpendek.
C.
Konfigurasi
OSPF - Backbone Area
OPSF
merupakan protokol routing yang menggunakan konsep hirarki routing, dengan kata
lain OSPF mampu membagi-bagi jaringan menjadi beberpa tingkatan.
Tingakatan-tingkatan ini diwujudkan dengan menggunakan sistem pengelompokan
yaitu area.
OSPF
memiliki beberapa tipe area diantaranya:
a)
Bakcbone
- Area 0 (Area ID 0.0.0.0) -> Bertanggung jawab mendistribusikan informasi
routing antara non-backbone area. Semua sub-Area HARUS terhubung dengan
backbone secara logikal.
b)
Standart/Default
Area
-> Merupakan sub-Area dari Area 0. Area ini menerima LSA intra-area dan
inter-area dar ABR yang terhubung dengan area 0 (Backbone area).
c)
Stub
Area
-> Area yang paling "ujung". Area ini tidak menerima advertise
external route (digantikan default area).
d)
Not
So Stubby Area
-> Stub Area yang tidak menerima external route (digantikan default route)
dari area lain tetapi masih bisa mendapatkan external route dari router yang
masih dalam 1 area.
D.
Studi
Kasus
Kali
ini kita akan mencoba melakukan implementasi untuk konfigurasi Backbone - Area
0 pada OSPF. Adapun langkah-langkahnya cukup mudah. Disini kami mempunyai 3
router dengan masing-masing router memiliki jaringan LAN. Kita akan mencoba
supaya setiap jaringan LAN pada ketiga router tersebut bisa saling komunikasi
tanpa kita tambahkan rule static route secara manual. Untuk gambaran topologi
bisa dilihat pada tampilan berikut.
Konfigurasi
dari setiap router juga sama tidak ada perbedaan. Langkah awal kita masuk pada
menu Routing -> OSPF -> Network. Kemudian tambahkan network yang terdapat
di router.
OSPF Networks - Router
Pertama
OSPF Networks - Router
Kedua
OSPF Networks - Router
Ketiga
Setelah
kita menambahkan network pada masing-masing router, jika kita melihat pada OSPF
-> Interfaces maka secara otomatis akan muncul interface router dimana
network tersebut terpasang. Dengan kita menambahkan network itu secara otomatis
pula OSPF pada masing-masing router telah aktif.
Pada
menu IP -> Routes juga akan ditambahkan secara dinamis rule routing baru
dengan flag DAo (Dinamic, Active, Ospf).
Nah,
sampai pada langkah ini seharusnya jika kita melakukan test ping maka setiap
jaringan lokal sudah bisa reply. Dan berarti konfigurasi untuk OSPF Backbone
(Area 0) telah selesai. Cukup mudah bukan.
3.
Konfigurasi Router BGP
BGP
(Border Gateway Protocol) adalah salah satu jenis protokol routing yang
berfungsi untuk mempertukarkan informasi antar Autonomous System (AS). BGP ini
merupakan sebuah Dinamic Routing dan pada mikrotik sendiri terdapat beberapa
macam fitur dinamic routing selain BGP seperti OSPF dan RIP. Untuk pertukaran
informasi BGP ini memanfaatkan protokol TCP sehingga tidak perlu lagi
menggunakan protokol jenis lain untuk mengangani fragmentasi, retransmisi,
acknowledgement dan sequencing.
[Study
Case] Pemisahan Jalur Koneksi Internasioanl dan IIX (lokal) dengan BGP Peer.
Agar
bisa mengetahui mengenai BGP lebih jauh lagi, kita akan langsung mencoba
praktek konfigurasi BGP. Untuk percobaan kali ini kita akan memisahkan jalur
dari koneksi internet Internasioanal dan IIX (lokal). Misal kita berlangganan
internet pada sebuah ISP dengan layanan BGP Peer. Dengan contoh topologi
seperti pada gambar berikut.
Kita
memiliki 2 buah link ke internet yaitu IIX dan Internasional yang menggunakan
IP Local (172.16.1.2/30 dan 172.16.4.2/30)
dengan satu link client local (192.168.88.0/24) dan
satu link untuk server (menggunakan IP Public
202.73.XXX.11/30). Nah, masing-masing IP Address tersebut kita tambahkan
pada interface router seperti pada topologi diatas. Semua IP Address ini hanya
sekedar permisalan (dummy), jadi bisa disesuaikan dengan kondisi real
implementasi di lapangan.
A.
Konfigurasi
BGP
Setelah
kita tambahkan IP Address tersebut pada router, selanjutnya kita akan
konfigurasi pada menu BGP. Kita pilih pada menu Routing
-> BGP.
Pada
tab 'Instance' kita tentukan nilai dari paramter AS (Autonomus System Number).
Kita bisa tambahkan satu profile intsance baru atau kita juga bisa mengubah
konfigurasi pada profile yang telah ada (default). Nilai dari ASN ini kita
sesuaikan dengan informasi dari ISP. Sebagai contoh disini kita menggunakan 65432.
Kemudian
kita juga akan melakukan konfigurasi pada tab 'Peers'. Disini kita akan
menambahkan dua buah rule untuk peering
(memasangkan) dengan BGP Router yang ada di ISP. Kita tambahkan peering untuk
link koneksi Internasional dan juga IIX (lokal).
Pada
parameter name kita tentukan nama dari jenis koneksi tersebut (Internasional
dan IIX). Kemudian kita arahkan parameter instance ke profile yang telah kita
buat sebelumnya yaitu 'default'. Untuk 'Remote Address' adalah gateway dari
masing-masing link koneksi, Jangan lupa untuk menentukan 'Remote AS'. Hal ini
juga disesuaikan dengan informasi dari ISP. Sebagai contoh kita kali ini kita
menggunakan 65530.
Apabila
proses 'peering' berhasil maka pada kolom state
akan mucul keterangan 'Established' dan jika
kita melihat melalui New terminal dengan script /routing
bgp peer print, maka pada dua rule yang kita buat tadi terdapat flag 'E'.
Dan
apabila kita lihat pada menu IP ->Routes maka
akan muncul banyak sekali rule routing dengan flag 'DAb'
(Dynamic Active BGP) yang mana rule tersebut merupakan rule untuk destination
dari IIX (lokal) dan juga Internasional.
Sampai
langkah ini IP Public yang ada pada router kita sudah bisa diakses dari luar.
Namun, untuk koneksi internetnya sendiri dari router maupun LAN (client) masih
belum bisa diakses. Untuk itu kita akan menambahkan rule pada firewall NAT. Namun disini kita tidak akan menggunakan
rule NAT dengan "action=masquerade",
karena link yang menuju ke internet yaitu ether1 dan ether2 menggunakan IP
Private. Sehingga kita akan menggunakan "action=src-nat" dengan
menunjuk IP Public yang berada pada salah satu interface router yaitu di
ether5.
Pertama, kita tambahkan NAT
untuk dua link koneksi ke internet (Internasional dan IIX). Contoh scriptnya
adalah sebagai berikut:
/ip firewall nat
add action=src-nat chain=srcnat out-interface=ether1
src-address=172.16.1.2 to-addresses=202.73.xxx.11
add action=src-nat chain=srcnat out-interface=ether2
src-address=172.16.4.2 to-addresses=202.73.xxx.11
Kedua, kita tambahkan NAT
untuk akses internet dari jaringan LAN. Contoh scriptnya adalah sebagai
berikut:
/ip firewall nat
add action=src-nat chain=srcnat src-address=192.168.88.0/24
to-addresses=202.73.xxx.11
4.
Konfigurasi Router RIP
Routing
Information Protocol (RIP) adalah sebuah protokol routing dinamis yang
digunakan dalam jaringan LAN (Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network).
Oleh karena itu protokol ini diklasifikasikan sebagai Interior Gateway Protocol
(IGP). Protokol ini menggunakan algoritma Distance-Vector Routing. Pertama kali
didefinisikan dalam RFC 1058 (1988). Protokol ini telah dikembangkan beberapa
kali, sehingga terciptalah RIP Versi 2 (RFC 2453). Kedua versi ini masih
digunakan sampai sekarang, meskipun begitu secara teknis mereka telah dianggap
usang oleh teknik-teknik yang lebih maju, seperti Open Shortest Path First
(OSPF) dan protokol OSI IS-IS. RIP juga telah diadaptasi untuk digunakan dalam
jaringan IPv6, yang dikenal sebagai standar RIPng (RIP Next Generation/ RIP
generasi berikutnya), yang diterbitkan dalam RFC 2080 (1997).
Cara Kerja RIP :
1)
Host
mendengar pada alamat broadcast jika ada update routing dari gateway.
2)
Host
akan memeriksa terlebih dahulu routing table lokal jika menerima update routing
.
3)
Jika
rute belum ada, informasi segera dimasukkan ke routing table .
4)
Jika
rute sudah ada, metric yang terkecil akan diambil sebagai acuan.
5)
Rute
melalui suatu gateway akan dihapus jika tidak ada update dari gateway tersebut
dalam waktu tertentu
6)
Khusus
untuk gateway, RIP akan mengirimkan update routing pada alamat broadcast di
setiap network yang terhubung
Karakteristik dari
RIP:
1)
Distance
vector routing protocol
2)
Hop
count sebagi metric untuk memilih rute
3)
Maximum
hop count 15, hop ke 16 dianggap unreachable
4)
Secara
default routing update 30 detik sekali
5)
RIPv1
(classfull routing protocol) tidak mengirimkan subnet mask pada update
6)
RIPv2
(classless routing protocol) mengirimkan subnet mask pada update
Kelebihan
RIP menggunakan
metode Triggered Update.
RIP memiliki timer
untuk mengetahui kapan router
harus kembali memberikan
informasi routing. Jika terjadi perubahan pada jaringan,
sementara timer belum habis, router tetap harus mengirimkan informasi
routing karena dipicu
oleh perubahan tersebut
(triggered update). Mengatur
routing menggunakan RIP
tidak rumit dan
memberikan hasil yang cukup dapat diterima, terlebih jika
jarang terjadi kegagalan link jaringan
Kekurangan
Dalam
implementasi RIP memang mudah untuk digunakan, namun RIP mempunyai masalah
serius pada Autonomous System yang besar, yaitu :
a.
Terbatasnya
diameter network, Telah disebutkan sedikit di atas bahwa RIP hanya bisa
menerima metrik sampai 15. Lebih dari itu tujuan dianggap tidak terjangkau. Hal
ini bisa menjadi masalah pada network yang besar.
b.
Konvergensi
yang lambat, Untuk menghapus entry tabel
routing yang bermasalah, RIP mempunyai metode yang tidak efesien. Seperti pada
contoh skema network di atas, misalkan subnet 10 bernilai 1 hop dari router 2
dan bernilai 2 hop dari router 3. Ini pada kondisi bagus, namun apabila router
1 crash, maka subnet 3 akan dihapus dari table routing kepunyaan router 2
sampai batas waktu 180 detik. Sementara itu, router 3 belum mengetahui bahwa
subnet 3 tidak terjangkau, ia masih mempunyai table routing yang lama yang
menyatakan subnet 3 sejauh 2 hop (yang melalui router 2). Waktu subnet 3
dihapus dari router 2, router 3 memberikan informasi ini kepada router 2 dan
router 2 melihat bahwa subnet 3 bisa dijangkau lewat router 3 dengan 3 hop ( 2
+ 1 ). Karena ini adalah routing baru maka ia akan memasukkannya ke dalam KRT.
Berikutnya, router 2 akan mengupdate routing table dan memberikannya kepada
router 3 bahwa subnet 3 bernilai 3 hop. Router 3 menerima dan menambahkan 1 hop
lagi menjadi 4. Lalu tabel routing diupdate lagi dan router 2 meneriman
informasi jalan menuju subnet 3 menjadi 5 hop. Demikian seterusAnya sampai
nilainya lebih dari 30. Routing atas terus menerus looping sampai nilainya
lebih dari 30 hop.
c.
Tidak
bisa membedakan network masking lebih dari /24, RIP membaca IP address
berdasarkan kepada kelas A, B dan C. Seperti kita ketahui bahwa kelas C
mempunyai masking 24 bit. Dan masking ini masih bias diperpanjang menjadi 25 bit,
26 bit dan seterusnya. RIP tidak dapat membacanya bila lebih dari 24 bit. Ini
adalah masalah besar, mengingat masking yang lebih dari 24 bit banyak dipakai.
Hal ini sudah dapat di atasi pada RIPv2.
d.
Jumlah host
Terbatas.
e.
RIP tidak
memiliki informasi tentang
subnet setiap route.
f.
RIP tidak
mendukung Variable Length
Subnet Masking (VLSM), Ketika pertama kali dijalankan hanya mengetahui cara
routing ke dirinya sendiri (informasi lokal) dan tidak mengetahui topologi
jaringan tempatnya berada
Versi
Ada
tiga versi dari Routing Information Protocol: RIPv1, RIPv2, dan RIPng.
A.
RIP
versi 1
Spesifikasi
asli RIP, didefinisikan dalam RFC 1058, classful menggunakan routing. Update
routing periodik tidak membawa informasi subnet, kurang dukungan untuk Variable
Length Subnet Mask (VLSM). Keterbatasan ini tidak memungkinkan untuk memiliki
subnet berukuran berbeda dalam kelas jaringan yang sama. Dengan kata lain,
semua subnet dalam kelas jaringan harus memiliki ukuran yang sama. Juga tidak
ada dukungan untuk router otentikasi, membuat RIP rentan terhadap berbagai
serangan.
B.
RIP
versi 2
Karena
kekurangan RIP asli spesifikasi, RIP versi 2 (RIPv2) dikembangkan pada tahun
1993 dan standar terakhir pada tahun 1998. Ini termasuk kemampuan untuk membawa
informasi subnet, sehingga mendukung Classless Inter-Domain Routing (CIDR).
Untuk menjaga kompatibilitas, maka batas hop dari 15 tetap. RIPv2 memiliki
fasilitas untuk sepenuhnya beroperasi dengan spesifikasi awal jika semua
protokol Harus Nol bidang dalam pesan RIPv1 benar ditentukan. Selain itu,
aktifkan kompatibilitas fitur memungkinkan interoperabilitas halus penyesuaian.
C.
RIPng
RIPng
(RIP Next Generation / RIP generasi berikutnya), yang didefinisikan dalam RFC
2080, adalah perluasan dari RIPv2 untuk mendukung IPv6, generasi Internet
Protocol berikutnya. Perbedaan utama antara RIPv2 dan RIPng adalah:
·
Dukungan
dari jaringan IPv6.
·
RIPv2
mendukung otentikasi RIPv1, sedangkan RIPng tidak. IPv6 router itu, pada saat
itu, seharusnya menggunakan IP Security (IPsec) untuk otentikasi.
·
RIPv2
memungkinkan pemberian beragam tag untuk rute , sedangkan RIPng tidak;
·
RIPv2
meng-encode hop berikutnya (next-hop) ke setiap entry route, RIPng membutuhkan
penyandian (encoding) tertentu dari hop berikutnya untuk satu set entry route.
Batasan:
·
Hop
count tidak dapat melebihi 15, dalam kasus jika melebihi akan dianggap tidak
sah. Hop tak hingga direpresentasikan dengan angka 16.
·
Sebagian
besar jaringan RIP datar. Tidak ada konsep wilayah atau batas-batas dalam
jaringan RIP.
·
Variabel
Length Subnet Masks tidak didukung oleh RIP IPv4 versi 1 (RIPv1).
·
RIP
memiliki konvergensi lambat dan menghitung sampai tak terhingga masalah.
A. Langkah – langkah konfigurasi routing OSPF
1.
Buka
Cisco Packet Tracer
2.
Buat Topologinya seperti di bawah ini
3.
Tambahkan
IP di setiap PC. Caranya klik pada PC->Desktop->IP
Configuration
PC 0 :
IP Address -> 192.168.11.1
Subnet Mask -> 255.255.255.0
Gateway -> 192.168.11.2 (IP Router0)
PC1 :
IP Address -> 192.168.22.1
Subnet Mask -> 255.255.255.0
Gateway -> 192.168.22.2 (IP Router1)
4.
Tambahkan
IP di setiap routerCaranya klik pada Router->CLI
Router0 :
->en => masuk ke router
#conf t => masuk menu konfigurasi
#int gig0/0 => konfigurasi interface gigabit
ethernet 0/0
#ip add 192.168.11.2 255.255.255.0 => menambahkan ip
dan subnet pada interface gig0/0
#no sh => mengaktifkan interface
#int gig0/1 => konfigurasi interface gigabit
ethernet 0/1
#ip add 172.16.10.1 255.255.255.252 => menambahkan
ip dan subnet pada interface gig0/1
#no sh => mengaktifkan interface
Router1 :
->en => masuk ke router
#conf t => masuk menu konfigurasi
#int gig0/0 => konfigurasi interface gigabit
ethernet 0/0
#ip add 192.168.22.2 255.255.255.0 => menambahkan ip
dan subnet pada interface gig0/0
#no sh => mengaktifkan interface
#int gig0/1 => konfigurasi interface gigabit
ethernet 0/1
#ip add 172.16.10.2 255.255.255.252 => menambahkan
ip dan subnet pada interface gig0/1
#no sh => mengaktifkan interface
5.
Konfigurasi
OSPF pada router
Konfigurasi
OSPF minimal terdiri dari dua langkah yakni mengaktifkan routing ospf pada
router kemudian mengadvertise network yang terhubung secara langsung ke router.
Perintah
untuk mengaktifkan routing ospf :
#routing ospf [proces_id]
Untuk process id pada
setiap router tidak harus sama
Perintah
untuk mengadvertise network yang terhubung :
#network [network_address] [wildcard_mask] [area]
Routing OSPF wajib
menggunakan wildcard mask.
Untuk area bisa menggunakan area 0(area backbone) karena kita konfigurasi ospf
single area.
Apa
itu wildcard mask? wilcard mask yaitu parameter access list yang menentukan
alamat IP yang harus diperiksa atau pengertian lain nya adalah kumpulan 32 bit
yang digunakan untuk mengenali alamat IP.
Contoh wildcard mask :
IP
= 192.168.11.1 Subnet = 255.255.255.0, untuk menghitungnya begini => Subnet
= 255.255.255.0 => 11111111.11111111.11111111.0000000 kebalikannya
adalah wildcard.
Wildcard
=> 00000000.00000000.00000000.11111111 = 0.0.0.255
Contoh lain :
IP
= 172.16.10.1 Subnet = 255.255.255.252, untuk menghitungnya begini => Subnet
= 255.255.255.252 => 11111111.11111111.11111111.11111100 kebalikannya
adalah wildcard.
Wildcard
=> 00000000.00000000.00000000.00000011 = 0.0.0.3
Kembali
pada pembahasan awal
6.
Masuk
ke CLI pada router
Router0 :
Router1 :
7.
Coba
kirim pesan beberapa kali, yang pertama kemungkinan failde tapi selanjutnya
akan sukses
B. Langkah-langkah Konfigurasi Routing BGP
1.
Buka
Cisco Packet Tracer
2.
Buat
topologinya terlebih dahulu, saya membuat topologinya seperti di bawah ini
3.
Tambahkan
ip address pada PC. Caranya klik pada PC->Desktop->IP
Configuration
Konfigurasi di PC0
PC 0 :
IP Address -> 192.168.1.1
Subnet Mask -> 255.255.255.0
Gateway -> 192.168.1.2 (IP Router0)
Konfigurasi di PC1
PC 1 :
IP Address -> 172.16.10.1
Subnet Mask -> 255.255.255.0
Gateway -> 172.16.10.2 (IP Router1)
4.
Tambahkan
IP di setiap routerCaranya klik pada Router->CLI
Konfigurasi di Router0
Router0 :
en =>
masuk ke router
#conf t
=> masuk menu konfigurasi
#int gig0/0
=> konfigurasi interface gigabit ethernet 0/0
#ip add 20.20.20.1 255.255.255.252 => menambahkan ip dan subnet
pada interface gig0/0
#no sh => mengaktifkan
interface
#int gig0/1 => konfigurasi
interface gigabit ethernet 0/1
#ip add 192.168.1.2
255.255.255.0
=> menambahkan ip dan subnet pada interface gig0/1
#no sh => mengaktifkan
interface
Konfigurasi di Router1
Router1 :
en
=> masuk ke router
#conf t
=> masuk menu konfigurasi
#int gig0/0
=> konfigurasi interface gigabit ethernet 0/0
#ip add 20.20.20.2 255.255.255.252 => menambahkan ip dan
subnet pada interface gig0/0
#no sh
=> mengaktifkan interface
#int gig0/1
=> konfigurasi interface gigabit ethernet 0/1
#ip add 172.16.10.2 255.255.255.0 => menambahkan ip dan subnet
pada interface gig0/1
#no sh
=> mengaktifkan interface
5.
Konfigurasi
BGP pada router
Konfigurasi di Router0
Router0 :
#router bgp 100
membuat AS BGP dengan nomor 100
#neighbor 20.20.20.1 remote-as 200 => mendaftarkan ip address
dari interface router tetangga yang terhubung langsung dengan router yang AS
nya diset 200
#network 192.168.1.0 mask 255.255.255.0 => Menetukan network address
yang di advertise oleh BGP
Konfigurasi di Router1
Router1 :
#router bgp 200
membuat AS BGP dengan nomor 200
#neighbor 20.20.20.2 remote-as 100 => mendaftarkan ip address
dari interface router tetangga yang terhubung langsung dengan router yang AS
nya diset 100
#network 172.16.10.0 mask 255.255.255.0 => Menetukan network address
yang di advertise oleh BGP.
Keterangan:
neighbor 20.20.20.1 up maksudnya router sudah bisa terkoneksi dengan router
lain
6.
Selanjutnya
pengecekan, coba ping dari PC0->PC1 dan PC1->PC0
C. Langkah - langkah konfigurasi routing RIP
Pertama
kita akan setting IP pada setiap Router
R0
Konfigurasi IP pada
Router 0
Router(config)#interface fastEthernet 0/0
Router(config-if)#ip address 192.168.20.2 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
Router(config)#interface fastEthernet 0/1
Router(config-if)#ip address 192.168.10.1 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
R1
Konfigurasi IP pada
Router 1
Router(config)#interface fastEthernet 0/0
Router(config-if)#ip address 192.168.20.1 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
Router(config)#interface fastEthernet 0/1
Router(config-if)#ip address 192.168.30.1 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
R2
Konfigurasi IP pada
Router 2
Router(config)#interface fastEthernet 0/1
Router(config-if)#ip address 192.168.40.1 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
Router(config)#interface fastEthernet 0/0
Router(config-if)#ip address 192.168.30.2 255.255.255.248
Router(config-if)#no shutdown
Kemudian
Kita akan masuk untuk konfigurasi RIP pada setiap Router.kali ini Kita akan
menggunakan RIP versi 2
R0
Konfigurasi RIP pada
Router 0
Pada
konfigurasi kali ini tambahkan network yang terhubung ke Router 0.
Router(config)#router rip
Router(config-router)#version 2
Router(config-router)#network 192.168.10.0
Router(config-router)#network 192.168.20.0
Router(config-router)#no auto-summary
R1
Konfigurasi RIP pada
Router 1
Pada
konfigurasi kali ini tambahkan network yang terhubung ke Router 1.
Router(config)#router rip
Router(config-router)#version 2
Router(config-router)#network 192.168.20.0
Router(config-router)#network 192.168.30.0
Router(config-router)#no auto-summary
R2
Konfigurasi RIP pada
Router 2
Pada
konfigurasi kali ini tambahkan network yang terhubung ke Router 2.
Router(config)#router rip
Router(config-router)#version 2
Router(config-router)#network 192.168.30.0
Router(config-router)#network 192.168.40.0
Router(config-router)#no auto-summary
Kemudian
Setting IP pada PC Client yang terhubung Ke Router 0 dan Router 2
Client Router 0
Client Router 2
Kesimpulan
Dengan
konfigurasi RIP kita bisa menghubungkan Client yang berbeda network secara
dinamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar